Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Benarkah Generasi 90-an Lebih Baik?


Sigerindo Lifestyle - Beberapa tahun terakhir, seringkali kita mendengar istilah generasi 90-an yang dikaitkan dengan masa kecil yang lebih bahagia dan individu yang lebih baik dibandingkan generasi mileneal yang dikonotasikan "Terkontaminasi" smartphone atau ponsel pintar dan kemajuan teknologi. Benarkah demikian?

Menjawab hal tersebut, ternyata para ahli telah melewati perdebatan panjang terkait hal tersebut. Cukup rumit dan penelitian justru menunjukan bahwa hal itu juga sangat bergantung pada kehidupan sosial seseorang secara offline.

Dalam sebuah publikasi khusus di Nature.com pada 21 Februari 2018 edisi khusus tentang ilmu masa remaja, Candice Odgers, rekan dalam program pengembangan anak dan Otak CIFAR dan profesor psikologi dan perilaku sosial di University of California, Irvine, berpendapat bahwa ponsel pintar tidak seharusnya dipandang sebagai hal yang buruk secara universal.

Bagiannya, menyoroti bagaimana remaja menggunakan perangkat online atau daring untuk membangun hubungan dan mengatur aktivitas dalam kehidupan nyata. Meski, peneliti juga membuktikan bahwa remaja yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan kehidupan daringnya lebih mengalami efek negatif.

Ia mengatakan, bahwa apa yang dialami di masa sekarang adalah munculnya kesenjangan digital baru di mana perbedaan pengalaman daring memperuat risiko di antara remaja.

Selama 10 tahun terakhir, Odgers telah melacak kesehatan mental remaja dan penggunaan ponsel pintar mereka. Dalam survei anak sekolah di North Carolina, 48 persen anak berusia 11 tahun mengatakan bahwa mereka memiliki telepon genggam.

Delapan puluh lima persen anak berusia 14 tahun mengatakan bahwa mereka memiliki ponsel. Meskipun penggunaan teknologi digital meluas, dia mencatat bahwa penelitian belum menemukan hubungan negatif antara kesehatan mental dengan penggunaan yang moderat.

Dampak negatif teknologi muncul saat peneliti melihat lebih dekat demografi. Remaja dari keluarga dengan pendapatan rumah tangga kurang dari $ 35.000 per tahun menghabiskan tiga jam sehari di media layar menonton TV dan video daring daripada remaja di keluarga dengan pendapatan tahunan lebih dari USD $ 100.000.

Menghabiskan waktu lebih lama dengan gadget atau gawai mereka juga dapat berubah menjadi lebih banyak masalah secara offline. Hasil survei Odgers menunjukkan remaja dari keluarga berpenghasilan rendah melaporkan perkelahian fisik lebih banyak, keributan dan masalah di sekolah yang berkaitan dengan media sosial.

Peneliti juga mengatakan, sebagai orang tua dia juga memahami kekhawatiran ibu dan ayah tentang anak mereka terkait perkembangan teknologi.

Namun, di sisi lain, sikap paranoid terhadap teknologi juga memperburuk keadaan yang membuat pemahaman yang salah terkait teknologi. Menurutnya, yang paling bijak adalah memanfaatkan perkembangan teknologi dengan bijak dan memahami batasan-batasannya berdasarkan pengalaman yang dimiliki sebelumnya.

Ricky Jenihansen B
BERITA TERBARU