Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Siapa Saja Yang Paling Kita Cintai Di Dunia Ini ?



Sigerindo.com – Pukul 09:00 WIB bertepatan dengan hari Selasa, motor antar-jemput Kyai datang. Para siswa/i pun bergegas lari masuk ke dalam kelas. Bukan karena galaknya sosok beliau, namun lebih karena karismatiknya. Mengawali pelajaran, Sang Kyai melemparkan sebuah pertanyaan kepada santrinya. Pertanyaan yang sangat mendasar tapi banyak dilupakan,

“Siapa yang paling kalian cintai di dunia ini?” ucap beliau.

“Allah,” para santri mejawab dengan yakin. “Setelah Allah, siapa berikutnya?” Sang Kyai melempar pertanyaan kedua. Masih dengan keyakinan yang sama seperti ketika menjawab pertanyaan yang pertama, para mahasantri yang ada di kelas itu menjawab, “Berikutnya Rasulullah”. Kyai tersenyum, terlihat puas dengan jawaban yang diberikan oleh murid-muridnya.

“Setelah Rasulullah, apa berikutnya?”

Sang Kyai melempar pertanyaan ketiga dan para mahasantri mulai kehilangan keyakinannya untuk menjawab. Seseorang mengangkat tangan, menjawab ragu, “Berikutnya adalah Al-Qur’an.” Kyai menyalahkan. Seorang lagi menjawab, “Sahabat-sahabat Rasulullah.” Kyai kembali menyalahkan. Sejenak ruangan berubah hening.

“Berikutnya adalah orang tua kita!” masih dengan keraguan yang sama, seorang mahasantri mencoba menjawab. Dan lagi-lagi sosok sepuh itu menyalahkan. Wajah Kyai yang tadi tersenyum perlahan berubah. Terlihat ada guratan kecewa.

Satu persatu santri tergilir untuk menjawab ‘kuis’ tersebut namun belum ada yang beruntung. Berlalu 7 orang, sampai santri duduk paling terakhir pun tak luput ditanya, berharap dengan lama masa tempuh pendidikan tentu pengetahuan yang dimiliki lebih dibanding para junior. Akan tetapi tetap saja belum satu pun dari mereka yang tepat dalam menjawab.

Kyai tidak menyangka, para santri bahkan belum bisa menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan mendasar dari agamanya. Terlihat mata Sang Kyai basah, mungkin sedang bertafakkur, sungguh musibah besar telah melanda. Bagaimana mungkin seorang yang mengaku memahami agamanya dengan baik tapi hal yang pokok dia tidak mengerti? Kesedihan Sang Kyai kian bertambah, air matanya terjatuh.

Berlalu sejenak keheningan di ruangan itu hingga seorang santri mengangkat tangannya. Dengan berusaha menepis keraguan pada dirinya ia menjawab, “Yang paling kita cintai setelah Allah dan Rasul-Nya di dunia ini adalah jihad fi sabilillah!”

Tampak jelas kebahagiaan di wajah Sang Kiyai. Kini matanya berubah menatap haru. Itu jawaban yang benar. “Dari mana kamu mendapatkannya, nak?”

“Aku mendapatkannya di ayat ke 24 surat At-Taubah, wahai Kiyai!”

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq. (QS. At-Taubah: 24).

Kiyai pun menghadiahi murid tersebut uang dan parfum sebagai apresiasi akan pengetahuannya terhadap salah satu pilar agama ini; jihad. Mungkin, apabila pertanyaan yang sama ditujukan kepada kita, tak ada beda kita dengan para santri tersebut. Sebuah kemiskinan yang jauh lebih menyedihkan dari sekedar kurang harta. Sebuah kebodohan yang teramat memalukan bagi mereka yang mengaku aktivis muslim.


Oleh karena itu sebuah kemiskinan dan kebodohan tentu harus diobati, dan obat yang paling mujarab dari kejahilan di atas adalah dengan kita mengkaji tafsir atau penjelasan ulama mengenai ayat ke 24 dari surah at-Taubah.

Penjelasan Para Ahli Tafsir

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan bahwa ayat ini merupakan dalil yang kuat tentang wajibnya mencintai Allah dan rasul-Nya, serta mendahulukan keduanya di atas kecintaan terhadap suatu apapun, serta dalil adanya ancaman bagi siapa yang lebih mendahulukan perkara lain seperti yang tersebut dalam ayat, dari pada cintanya kepada Allah dan rasul-Nya serta jihad fi sabilillah. (As-Sa’di, Taisir Karim ar-Rahman, 1/332).

Allah Ta’ala dalam ayat ini menempatkan jihad pada urutan ketiga, karena jihad merupakan sebuah amalan yang sangat urgen dalam Islam. Agama ini bisa terjaga dan kehormatan kaum muslimin bisa terpelihara adalah karena adanya jihad. Oleh karena itu mendahulukan cinta terhadap jihad setelah Allah dan rasul-Nya menjadi tuntutan bagi setiap muslim.

Para salaf adalah generasi yang paling banyak mencontohkan prinsip tersebut, bagaimana mereka lebih mendahulukan cinta mereka kepada Allah, rasul dan jihad ketimbang yang lainnya. Salah satunya adalah kisah sedekah Abu Bakar sebelum perang Tabuk, beliau infakan seluruh harta benda serta tak meninggalkan apapun untuk keluarganya kecuali Allah dan rasul-Nya. Seorang Handaklah juga pernah melakukan pengorbanan yang tak kalah haru, ia rela melepaskan pelukan istrinya di malam pertama dan lebih memilih mengangkat senjata untuk berperang. Semua ini tidak akan terjadi kecuali karena teramat besar cintanya kepada jihad (Day)
BERITA TERBARU