Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ketahanan pangan: "Bicara pangan itu bicara perut" Oleh: Arsyad Husen (Pengamat Sosial Lampung)

drH. Arsyad Husen


Sigerindo, Bandar Lampung---Asupan pangan itu sangat menentukan kembang kempisnya perut dan bila sudah dibicarakan sama ilmuwan , birokrat sampai politisi sudah masuk kategori program strategis nasional untuk Indonesia sehat dan maju..Dasar untuk sehat dan maju pasti harus tercukupi dulu kebutuhan perut agar kenyang serta terpenuhi kebutuhan gizi itu..


Ironi NKRI
NKRI tercinta yang menguasai darat (1,91 jt km2) , laut (6,32 jt km2) dan udara (7.539.693 km2) dihuni oleh sebagian rakyat nya yang miskin dan sampai ada yang level " stunting " alias kerdil. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan pangan harus ditempuh lewat impor dari berbagai negara yang secara penguasaan alamnya lebih kecil dari NKRI tercinta....
Bila ditanya, mengapa harus impor...?
Diskusinya sangat panjang , karena ruwetnya data produksi dan konsumsi.. Menteri tehnis yang berhubungan dgn produksi pangan akan jawab " Cukup untuk sekian tahun ", sementara pada menteri/ lembaga tehnis yang berhubungan dengan ketersediaan pangan akan jawab " tidak cukup dengan berbagai dalilnya, belum ditambah dengan "fee" impor pangan. BPS sebagai lembaga resmi data, juga akan berdalil " data hanya berdasarkan sampling dan tidak setiap saat mensurveinya ".
Dari pada rumitnya mengikuti pola kerja lembaga/ instansi pemerintah itu, mungkin ada baiknya mengikuti kalimat perumpamaan Bapak " Panglima TNI Laksamana Yudo Margono " dengan pola" piting rakyat pulau Rempang " agar mengosongkan tanah leluhurnya. Artinya kita gunakan kata " piting " dalam arti positif yaitu setiap rakyat " by name by adress" dipiting untuk dipenuhi panganya mulai dari kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan yang lain ". Bila ini ditempuh, seharusnya secara berkala akan menurunkan angka kemiskinan serta stunting itu...
Ironi selanjutnya tentang perintah UUD pasal 34 ayat 1 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak telantar, tapi tidak ada satupun masyarakat, legislatif, ormas yang meminta pertanggungjawaban pada pemerintah tentang capaian pada urusan ' rakyat miskin dan anak-anak telantar ini '.. dulu ada capres yang menjanjikan berbagai kartu sehat, kartu pintar, kartu pangan dsb, tapi apakah ada pertanggungjawaban itu semua setelah selesai masa kepemimpinan nya?


Pangan adalah soal hidup mati
Pada tahun 1952 Bung Karno telah mengingatkan tentang pentingnya urusan perut ini (pangan rakyat adalah soal hidup mati). Begitu juga dengan Presiden Soeharto dengan julukan bapak pembangunan karena dengan prestasi heroiknya tercapainya swasembada pangan dan bisa mengimpor beras.
Urusan pangan ini sudah banyak lembaga yang mengurusnya mulai pusat sampai desa dengan berbagai sumber pendanaan, namun anomali tentang ketahanan pangan di negara tercinta ini selalu muncul mulai dari riak-riak harga, inflasi, musim sampai dibuangnya produk pangan bila harga anjlok.
Hal mendasar dalam bicara pangan adalah budidaya sampai pasca pangan. Pertanyaan mendasarnya adalah pelaku dari tiap-tiap tahap proses pangan itu sudah diidentifikasi dengan tepat atau belum..? bila sudah tepat, harusnya proses adopsi teknologi, ilmu dsb bisa dirancang dalam produksi serta untuk kebutuhan stock pangan untuk beberapa tahun kedepan. Jangan sampai baru ada kelebihan produksi dari petani, tidak ada lembaga yang menampung akhirnya dibuang atau diobral di jalan..
Permasalahan pangan yang krusial kedepan adalah adanya beberapa perusahaan besar yang menguasai pangan dari budidaya sampai pasca panen dengan alasan efisiensi/ ekonomis. Keterlibatan rakyat/ pelaku usaha lain sangat minim dan semuanya berasal dari perusahaan besar itu. Subsektor peternakan salah satu contohnya khususnya usaha perunggasan ( produksi ayam dan telur sebagian besar berasal dari perusahaan besar dan turunannya) dan begitu juga halnya dengan sapi.
Video viral dari bapak Ir.Alimin Abdullah anggota DPR dapil Lampung yang bicara blak-blakan tentang " Seluk-beluk pangan ", harusnya menjadi pijakan awal dalam membuat aturan agar bicara ketahanan pangan di Indonesia lebih bermartabat dan benar-benar terjadi yang namanya tahap swasembada pangan itu.. Anggota DPR jangan sibuk dengan dana " Pokir alias pokok pikiran " dengan menitipkan ke eksekutif untuk memenuhi kebutuhan sesaat dari konstituantenya dengan membagi-bagi saprodi pertanian dll. Fokuslah pada tupoksi utama sebagai Budgetting (anggaran), Controlling ( pengawasan) dan legislasi ( pembuat aturan/ undang undang).
Pangan itu selalu identik dengan martabat bangsa karena pola konsumsi dan asupan pangan selalu menghadirkan manusia tangguh dan mumpuni dalam kompetisi global.
Dalam menutup catatan lepas ini, alangkah bagusnya meneladani pada era Nabi Yusuf as ( 1745_2635 SM)
sebagai peletak dasar konsep ketahanan pangan, sudah bisa melaksanakan persediaan stock pangan dengan menerjemahkan takwil mimpi seperti yang tertuang pada QS. Yusuf : 46_47 ( 46. Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya, terangkan kepada kami ( takwil mimpi) tentang 7 ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan 7 ekor sapi betina yang kurus, 7 tangkai gandum yang hijau dan 7 tangkai lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui. 47. Dia Yusuf berkata " Agar kamu bercocok tanam 7 tahun ( berturut-turut) sebagaimana biasa, kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan ditangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. (Sinar Mulya 21092023)

BERITA TERBARU