Mantan Anggota DPRK Aceh Selatan T,. SUKANDI Sudah Saatnya Aceh Selatan Merger Bergabung Kembali Dengan Tiga Kabupaten Tetangga Aceh Singkil Subulussalam Dan Abdya
Sigerindo Aceh Selatan- Aceh Selatan saat ini sudah memasuki Krieteria Kabupaten bangkrut bila devisit anggaran berturut turut sampai 3 tahun devisitnya dan angka devisitnya melampaui 7 %, dari APBKnya maka Kabupaten itu tinggal memilih merger (bergabung) dengan kabupaten tetangganya. Demikian ungkap mantan Anggota DPRK Aceh Selatan T Sukandi kepada Wartawan.
Dan ini merupakan pilihan terakhir bagi sebuah daerah yang sekarang ini jangankan ditambah nilai jumlahnya malah akan dilakukan pemangkasan oleh Bupati Aceh Selatan
Maka Mantan anggota DPRK Aceh Selatan T.Sukandi menyarankan pada Bupati Tgk.Amran bila tidak mampu lagi memberikan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang ingkrut di dalamnya TC dan TBK dan lainya untuk ASN di Kabupaten Aceh Selatan.
Maka lebih baik para Pegawai Negri Sipil ini kembali bekerja 6 hari dalam satu minggu, sehingga para birokrat Abdi Negara ini bisa setengah harinya bekerja untuk mencari pekerjaan sampingan, demi menambah penghasilan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
“Karena kita juga tidak ingin Aceh Selatan mengalami devisit anggaran yang melampaui batas dan bisa menjadikan Aceh Selatan menjadi salah satu Kabupaten bangkrut,” cetus T.Sukandi.
Sehingga Krieteria Kabupaten bangkrut adalah bila devisit anggaran berturut turut sampai 3 tahun devisitnya dan angka devisitnya melampaui 7 %, dari APBKnya maka Kabupaten itu tinggal memilih merger (bergabung) dengan kabupaten tetangganya.
“Nah indikatornya secara samar sudah mulai terlihat dengan ketidak mampuan Kabupaten untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri,” singgung T.Sukandi.
Jelas hal ini menyangkut PAD (Pendapatan Asli Daerah) semakin rendah dengan sendirinya IKKD (Indek Kemampuan Keuangan Daerah) semakin anjlok, semestinya ada inovasi untuk membuka sektor baru dalam peningkatan PAD, seperti membuka pemasukan atau kontribusi pendapatan dibidang Parawisata.
“Tentu dengan perangkat qanun yang mesti ada atau bila DPRK memang tidak pernah siap dengan urusan regulasi daerah, maka mesti ada Perbup sebagai penggantinya, tapi bila kebijakan ini juga tidak ada maka tentu kita siap-siap saja menunggu status sebagai satunya Kabupaten bangkrut direpublik ini,” jelasnya.
Menurut T.Sukandi, WTP hanya topeng untuk menutupi borok pengelolaan keuangan daerah yang terlihat transparan, tapi tidak akun tabel karna indikatornya ketidak mampuan untuk memberikan TPP, TC dan TBK itu tadi karena dana bersumber dari kemampuan daerah yaitu PAD.
“Adigium WTP adalah tidak ada makan siang yang gratis bila Bupati lebih cendrung mempertahankan SPPD DPRK (5 Milyar) dan memangkas TPP, TC dan TBK dengan tidak membayarnya lagi selama 6 bulan, terhitung dari Juli sampai dengan Desember 2021,” tandasnya.
Maka, ini namanya kebijakan belah bambu yang satu diangkat yang satunya lagi di injak mirisnya yang diajak adalah birokrat yang nota benenya adalah Pegawai Negri Sipil sebagai Aparatur sipil Negara sebagai perangkat Exekutif yang boleh dikatakan sebagai anak-anak Bupati di Kabupaten maka kita tidak ingin Bupati (Exekutif) terpilih dijadikan boneka oleh DPRK (Legislatif).
“Jadi kalau ingin memperbaiki Aceh Selatan ke tiga elemen ini harus memiliki visi, misi,strategi, kebijakan, program dan kegiatan yang sama dilaksanakan oleh BPKD dan Bappeda dan Setdakab yang tergabung dalam TAPD,” papar T.Sukandi.(YUNARDI. M. IS).
Dan ini merupakan pilihan terakhir bagi sebuah daerah yang sekarang ini jangankan ditambah nilai jumlahnya malah akan dilakukan pemangkasan oleh Bupati Aceh Selatan
Maka Mantan anggota DPRK Aceh Selatan T.Sukandi menyarankan pada Bupati Tgk.Amran bila tidak mampu lagi memberikan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang ingkrut di dalamnya TC dan TBK dan lainya untuk ASN di Kabupaten Aceh Selatan.
Maka lebih baik para Pegawai Negri Sipil ini kembali bekerja 6 hari dalam satu minggu, sehingga para birokrat Abdi Negara ini bisa setengah harinya bekerja untuk mencari pekerjaan sampingan, demi menambah penghasilan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
“Karena kita juga tidak ingin Aceh Selatan mengalami devisit anggaran yang melampaui batas dan bisa menjadikan Aceh Selatan menjadi salah satu Kabupaten bangkrut,” cetus T.Sukandi.
Sehingga Krieteria Kabupaten bangkrut adalah bila devisit anggaran berturut turut sampai 3 tahun devisitnya dan angka devisitnya melampaui 7 %, dari APBKnya maka Kabupaten itu tinggal memilih merger (bergabung) dengan kabupaten tetangganya.
“Nah indikatornya secara samar sudah mulai terlihat dengan ketidak mampuan Kabupaten untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri,” singgung T.Sukandi.
Jelas hal ini menyangkut PAD (Pendapatan Asli Daerah) semakin rendah dengan sendirinya IKKD (Indek Kemampuan Keuangan Daerah) semakin anjlok, semestinya ada inovasi untuk membuka sektor baru dalam peningkatan PAD, seperti membuka pemasukan atau kontribusi pendapatan dibidang Parawisata.
“Tentu dengan perangkat qanun yang mesti ada atau bila DPRK memang tidak pernah siap dengan urusan regulasi daerah, maka mesti ada Perbup sebagai penggantinya, tapi bila kebijakan ini juga tidak ada maka tentu kita siap-siap saja menunggu status sebagai satunya Kabupaten bangkrut direpublik ini,” jelasnya.
Menurut T.Sukandi, WTP hanya topeng untuk menutupi borok pengelolaan keuangan daerah yang terlihat transparan, tapi tidak akun tabel karna indikatornya ketidak mampuan untuk memberikan TPP, TC dan TBK itu tadi karena dana bersumber dari kemampuan daerah yaitu PAD.
“Adigium WTP adalah tidak ada makan siang yang gratis bila Bupati lebih cendrung mempertahankan SPPD DPRK (5 Milyar) dan memangkas TPP, TC dan TBK dengan tidak membayarnya lagi selama 6 bulan, terhitung dari Juli sampai dengan Desember 2021,” tandasnya.
Maka, ini namanya kebijakan belah bambu yang satu diangkat yang satunya lagi di injak mirisnya yang diajak adalah birokrat yang nota benenya adalah Pegawai Negri Sipil sebagai Aparatur sipil Negara sebagai perangkat Exekutif yang boleh dikatakan sebagai anak-anak Bupati di Kabupaten maka kita tidak ingin Bupati (Exekutif) terpilih dijadikan boneka oleh DPRK (Legislatif).
“Jadi kalau ingin memperbaiki Aceh Selatan ke tiga elemen ini harus memiliki visi, misi,strategi, kebijakan, program dan kegiatan yang sama dilaksanakan oleh BPKD dan Bappeda dan Setdakab yang tergabung dalam TAPD,” papar T.Sukandi.(YUNARDI. M. IS).