Perjuangan Tak Kenal Lelah "Duren" Mengejar Harapan
Sigerindo Tulang Bawang Barat --Di balik senyum lebar dan tawa renyahnya, tersimpan kisah getir perjuangan hidup seorang pria yang kini akrab disapa “Duren”- singkatan dari Duda Keren. Ia adalah Robert Diranata, kelahiran Pagar Alam, 3 Mei 1990, Warga Candra Mukti, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung
Demi mempertahankan hidup, Robert rela meninggalkan kampung halamannya dan menempuh perjalanan ratusan kilometer bahkan puluhan ribu kilometer menuju Provinsi Jambi. Di sana, tepatnya di Desa Talang Asal, Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, ia bekerja memetik kopi di kebun milik warga setempat
Keputusan merantau ini bukanlah pilihan yang lahir dari ambisi, melainkan desakan keadaan. Di Tubaba, ia mengaku sulit mendapatkan pekerjaan yang layak
“Jangankan untuk hidup lebih, makan sehari-hari saja susah. Saya menduda sejak 2020. Kayak mana mau cari janda, kalau untuk makan saja susah,”Tuturnya lirih via sabungan whatsapp, diiringi helaan napas panjang yang seakan menyimpan beban bertahun-tahun. Juma’t (08/08/2025)
Meski demikian, semangat Robert tak pernah benar-benar padam. Ia menaruh harapan besar pada panen kali ini
“Kalau saya berhasil dari panen kopi ini, saya pulang ke Tubaba. Siapa tahu bisa dapat janda yang siap jadi jodoh saya. Alhamdulillah kalau ketemu gadis, tapi gadis yang lembut, penyayang, bukan yang galak atau suka menuntut hidup mewah,” candanya, mencoba membalut rasa letih dengan gurauan.
Desa Talang Asal memang menawarkan panorama indah, udara pegunungan yang sejuk, hamparan kebun kopi yang menghijau, dan langit biru yang luas. Namun, keindahan itu dibarengi tantangan yang tak ringan. Jalan tanah yang licin saat hujan, rute naik-turun bukit, dan jalur terjal layaknya “Jalan Kerbau” membuat perjalanan mengangkut hasil panen menjadi perjuangan tersendiri
“Bawa kopi harus dipanggul. Jalan berkilo-kilo dulu sebelum bisa naik kendaraan. Kalau hujan, licin nya luar biasa. Tapi mau bagaimana lagi, ini satu-satunya jalan,” ucapnya sambil tersenyum pahit
Setiap hari, Robert memulai aktivitas sejak pagi buta, memetik kopi, memanggul karung hasil panen, menjemur biji, hingga mencari kayu bakar untuk kebutuhan sehari-hari. Semua ia kerjakan dengan tangan sendiri, tanpa bantuan mesin atau tenaga tambahan. Foto-foto yang diambil di kebun kopi menjadi saksi bisu kerasnya perjuangan seorang duda yang bukan hanya melawan kerasnya hidup, tetapi juga menjaga bara harapan untuk masa depan yang lebih baik
Di sela lelahnya, Robert masih sempat bercanda dengan rekan-rekan kerja. Tawa yang ia bagi bukan sekadar hiburan, melainkan penguat semangat bagi dirinya dan orang di sekitarnya. Baginya, setiap butir kopi yang ia petik adalah langkah kecil menuju rumah, dan mungkin, menuju hati seseorang yang kelak akan menjadi pendamping hidupnya (*)
Demi mempertahankan hidup, Robert rela meninggalkan kampung halamannya dan menempuh perjalanan ratusan kilometer bahkan puluhan ribu kilometer menuju Provinsi Jambi. Di sana, tepatnya di Desa Talang Asal, Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, ia bekerja memetik kopi di kebun milik warga setempat
Keputusan merantau ini bukanlah pilihan yang lahir dari ambisi, melainkan desakan keadaan. Di Tubaba, ia mengaku sulit mendapatkan pekerjaan yang layak
“Jangankan untuk hidup lebih, makan sehari-hari saja susah. Saya menduda sejak 2020. Kayak mana mau cari janda, kalau untuk makan saja susah,”Tuturnya lirih via sabungan whatsapp, diiringi helaan napas panjang yang seakan menyimpan beban bertahun-tahun. Juma’t (08/08/2025)
Meski demikian, semangat Robert tak pernah benar-benar padam. Ia menaruh harapan besar pada panen kali ini
“Kalau saya berhasil dari panen kopi ini, saya pulang ke Tubaba. Siapa tahu bisa dapat janda yang siap jadi jodoh saya. Alhamdulillah kalau ketemu gadis, tapi gadis yang lembut, penyayang, bukan yang galak atau suka menuntut hidup mewah,” candanya, mencoba membalut rasa letih dengan gurauan.
Desa Talang Asal memang menawarkan panorama indah, udara pegunungan yang sejuk, hamparan kebun kopi yang menghijau, dan langit biru yang luas. Namun, keindahan itu dibarengi tantangan yang tak ringan. Jalan tanah yang licin saat hujan, rute naik-turun bukit, dan jalur terjal layaknya “Jalan Kerbau” membuat perjalanan mengangkut hasil panen menjadi perjuangan tersendiri
“Bawa kopi harus dipanggul. Jalan berkilo-kilo dulu sebelum bisa naik kendaraan. Kalau hujan, licin nya luar biasa. Tapi mau bagaimana lagi, ini satu-satunya jalan,” ucapnya sambil tersenyum pahit
Setiap hari, Robert memulai aktivitas sejak pagi buta, memetik kopi, memanggul karung hasil panen, menjemur biji, hingga mencari kayu bakar untuk kebutuhan sehari-hari. Semua ia kerjakan dengan tangan sendiri, tanpa bantuan mesin atau tenaga tambahan. Foto-foto yang diambil di kebun kopi menjadi saksi bisu kerasnya perjuangan seorang duda yang bukan hanya melawan kerasnya hidup, tetapi juga menjaga bara harapan untuk masa depan yang lebih baik
Di sela lelahnya, Robert masih sempat bercanda dengan rekan-rekan kerja. Tawa yang ia bagi bukan sekadar hiburan, melainkan penguat semangat bagi dirinya dan orang di sekitarnya. Baginya, setiap butir kopi yang ia petik adalah langkah kecil menuju rumah, dan mungkin, menuju hati seseorang yang kelak akan menjadi pendamping hidupnya (*)