Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

(Opini) Catatan ringan tentang Bulan Bhakti Peternakan dan Kesehatan Hewan di Indonesia.(Oleh: DrH. Arsyad)

                        DrH. Arsyad
Sigerindo, Bandar Lampung--PADA tanggal 26 Agustus 1936 pemerintah jajahan Belanda telah mengeluarkan Undang undang atau staat blad no 614 tentang larangan memotong hewan betina bertanduk besar ( slacht ordonantie de vrouvelijke groote horn vee). Tanggal inilah diambil sebagai tanda campur tangan pemerintah dalam urusan kehewanan sekaligus sebagai Hari Peringatan Peternakan dan Kesehatan Hewan di Indonesia saat ini. Dan mulai tanggal 26 Agustus s/d 26 September dijadikan sebagai bulan Bhakti Peternakan dan Keswan. Sebelumnya pemerintah jajahan Belanda juga membentuk jawatan kehewanan ( Bougelijke Veeartzen Dients). Dan pada tahun 1965 dibentuk Ditjen Peternakan Kementrian Pertanian sebagai bagian dari pembangunan pertanian.

Berkaca dari sejarah panjang PKH ini, seharusnya pada saat saya menulis ini sudah menyaksikan berlimpah ruahnya produk peternakan  ASUH ( Aman Sehat Utuh Halal) . Belum lagi bicara tentang aspek *Animal welfare*...

Belanda menitikberatkan pelarangan memotong hewan betina bertanduk besar ( kerbau dan sapi), karena hewan betina itulah "" Pabrik ternak"" untuk berkembang biak dan beranak pinak. Kerbau adalah contoh nyata yang dulu daerah produksi kerbau, sekarang hampir tidak bisa lagi lihat kerbau karena setiap ada acara atau hajatan kerbau dipotong baik betina atau pejantan tanpa memikirkan aspek reproduksi nya.

Begitu juga halnya dengan ternak sapi, yang angka pemotongan betina nya juga tinggi. Selanjutnya pemerintah membuat UU peternakan dan keswan serta turunannya dengan melarang keras tentang pemotongan hewan betina produktif ini, dan mewajibkan pemerintah daerah untuk membuat Rumah Potong Hewan ( RPH) untuk menjamin ternak yang dipotong sesuai peraturan dan dagingnya memenuhi standar ASUH.

Pada era Orde Baru pembangunan peternakan dititikberakan pada penyebaran ternak pada daerah  yang bukan basis ternak khusus nya pada daerah transmigran, dengan harapan akan lahir wilayah baru sebagai penghasil ternak. Lampung adalah salah satu contoh wilayah yang menjadi salah satu lumbung ternak dari program ini, sehingga bisa mendampingi wilayah seperti Jatim, Jateng, Sulsel, NTB, NTT. Selanjutnya dikembangkan tehnologi dasar reproduksi ternak seperti inseminasi buatan dalam upaya peningkatan kelahiran ternak. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi protein hewani yang mulai menanjak naik, maka dimulai lah dibuka usaha penggemukan sapi dengan  mengimpor sapi bakalan dari Australia. Salah satu perusahaan FEEDLOT adalah PT. Tippindo Lampung. Wacana nya waktu itu perusahaan FEEDLOT ini nantinya akan diisi oleh sapi bakalan lokal, sehingga persyaratan sapi bakalan yg diimpor juga sangat ketat... 

Sayangnya seiring perjalanan waktu dan beberapa pergantian pengambil kebijakan pada level ditjen PKH, sampai detik ini ketersediaan sapi produk lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan FEEDLOT. Dan kebijakan import sapi tetap dipertahankan sampai sekarang. Salah satu alasan adalah reproduksi ternak sapi yang panjang dengan calving rate 14_16 bulan, lalu keluarlah beberapa program seperti gerbang serba bisa, gardunak, peningkatan kelahiran, siwab dan sekarang terkenal dgn sikomandan dan seribu desa sapi.... Ini beberapa cerita dan wacana ttg tarik ulur * swasembada sapi*.

Sebaliknya pada dunia perunggasan, kecepatan larinya melebihi sprinter namun tetap aja bertumpu pada Perusahaan Besar , sehingga fluktuasi harga sangat cepat dan menjadi salah satu faktor utama dan penentuan angka inflasi. Saking banyak nya produksi dan utk menata harga produk unggas ini, sampai ada kebijakan cutting embrio. Sementara perkembangan unggas lokal, masih ngos-ngosa untuk mengejar kebutuhan konsumen.

Begitu fokusnya pemerintah pada urusan ketahanan pangan yang bersumber peternakan ini, sampai sedikit melupakan bahwa selain ternak pangan juga ada hewan kesayangan, aneka ternak, aspek keswan, kesmavet  sehingga yang dulu ada rencana Indonesia bebas rabies dll, rasanya belum bisa dapatkan dalam waktu dekat ini....

Pembangunan peternakan dan keswan kedepan seharusnya tetap berlandaskan pada penguatan peternak lokal dengan memperkuat kelembagaan, aspek keuangan dan aspek-aspek tehnis ( budi daya, bibit, pakan, keswan) sehingga akan tumbuh peternak milenal sebagai peternak agribisnis dan bersinergi dgn perusahaan besar dalam membangun * mandiri pangan* pada NKRI tercinta ini....

Untuk menutup catatan ringan ini... Semoga peternak milenal yang dihasilkan berbagai Perguruan Tinggi baik itu sarjana peternakan, dokter hewan atau yang lain akan hadir di desa untuk menjadi peternak tangguh ... Dgn semboyan... * dari pada kerja jadi kuli di kota lebih baik beternak di desa*...

(Kalianda AH 02092021...)

BERITA TERBARU