Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

(OPINI) PENGAWASAN PEMOTONGAN BETINA PRODUKTIF DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Oleh: Drh. Lela Nurlaela (Fungsional Medik Veteriner Disnakeswan Propinsi Lampung)



Sigerindo--- Pemotongan sapi betina produktif sejak jaman Hindia Belanda telah dilarang. Pelarangan tersebut juga diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Namun larangan tersebut tidak dikenai sanksi, sehingga implementasinya di lapangan tidak efektif. Selanjutnya, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tanggal 4 Juni 2009, bangsa Indonesia mempunyai landasan hukum yang lebih kuat untuk mencegah pemotongan sapi betina produktif. Orang yang melanggar larangan ini diancam Sanksi Administratif berupa denda sedikitnya Rp. 5juta, dan Ketentuan Pidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan (Pasal 85 dan Pasal 86). Akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemotongan sapi betina produktif masih banyak terjadi, dan sulit dikendalikan.

Pemerintah melarang pemotongan sapi atau kerbau betina yang masih produktif. Langkah itu untuk menyelamatkan betina produktif dari pemotongan serta upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah akseptor. Jika sapi betina usia produktif dipotong maka plasma nutfah Indonesia atau keberlangsungan sapi dan kerbau lokal akan punah.

Kriteria ternak ruminansia betina produktif adalah:

1. Ternak sapi/kerbau betina yang melahirkan kurang dari 5 (lima) kali atau berumur dibawah 8 (delapan) tahun.

2. Memiliki organ reproduksi normal dan atau tidak cacat permanen serta dapat berfungsi optimal sebagai sapi/kerbau induk.

3. Tidak cacat fisik.

4. Memenuhi persyaratan kesehatan hewan.

Larangan penyembelihan/pemotongan betina produktif dikecualikan dalam hal :

(i). Ternak berumur lebih dari 8 (delapan) tahun atau beranak lebih dari 5 (lima) kali.

(ii). Tidak produktif (majir) dinyatakan oleh dokter hewan atau tenaga asisten reproduksi dibawah penyelia dokter hewan.

Berdasarkan Undang-Undang Peternakan No. 41 Tahun 2014:

(1) Dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit, Ternak Ruminansia Betina Produktif diseleksi untuk Pemuliaan, sedangkan Ternak ruminansia betina yang tidak produktif disingkirkan untuk dijadikan Ternak potong.

(2) Penentuan Ternak ruminansia betina yang tidak produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dokter Hewan Berwenang

(3) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menyediakan dana untuk menjaring Ternak Ruminansia Betina Produktif yang dikeluarkan oleh masyarakat dan menampung Ternak tersebut pada unit pelaksana teknis di daerah untuk keperluan pengembangbiakan dan penyediaan Bibit Ternak ruminansia betina di daerah tersebut.

(4) Setiap Orang dilarang menyembelih Ternak ruminansia kecil betina produktif atau Ternak ruminansia besar betina produktif.

(5) Larangan sebagaimana dimaksud pada nomor (4) dikecualikan dalam hal:

a. penelitian;

b. Pemuliaan;

c. pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan;

d. ketentuan agama;

e. ketentuan adat istiadat; dan/atau

f. pengakhiran penderitaan Hewan.

Sesuai dengan UU Peternakan No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ada sanksi bagi pihak yang dengan sengaja memotong betina produktif. Bagi yang menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif, dipidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan dan denda paling sedikit Rp 1.000.000 dan paling banyak Rp 5.000.000. Sedangkan untuk ternak ruminansia besar betina produktif pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 300.000.000.

Menurut Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dirjen peternakan kementerian Pertanian, drh. Syamsul Ma'arif, M.Si, pemotongan betina produktif di Indonesia masih tinggi dalam 4 tahun terakhir dengan jumlah diatas 22 ribu ekor per tahun. Untuk itu pihaknya terus berupa untuk menurunkan pemotongan betina produktif sebesar 20% dari jumlah pemotongan betina produktif nasional. Langkah yang dilakukan dengan melakukan sosialisasi di pusat dan di 34 provinsi dengan melibatkan stakeholders, Pemda, manajemen rumah pemotongan hewan (RPH), Kepolisian, pelaku usaha, dan masyarakat.


Pemotongan ternak di Kabupaten Lampung Selatan dilaksanakan di RPH Sidomulyo dan RPH/TPH di Kecamatan. Pada tahun 2020 sebanyak 593 ekor ternak sapi dipotong dengan rincian 403 ekor jantan dan 190 ekor betina. Pada tahun 2021 , sampai dengan bulan Agustus telah dipotong sebanyak 409 ekor dengan rincian 130 ekor jantan dan 279 ekor betina. (Sumber Data : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan). Sedangkan jumlah ternak yang dipotong secara keseluruhan di Kabupaten Lampung Selatan sampai dengan bulan Agustus 2021 adalah sebagai berikut :


NO.

JENIS TERNAK

JANTAN

BETINA

JUMLAH


1.

Sapi

2834

458

3235


2.

Kerbau

6

0

6


3.

Kambing

6010

1101

7111


4.

Domba

871

489

1200


Rincian pemotongan per Kecamatan Dapat dilihat pada lampiran.

Kabupaten Lampung Selatan menerapkan pemantauan dan pengawasan pemotongan betina produktif secara kontinyu dan berkesinambungan. Pengawasan dilakukan di RPH dan tempat pemotongan ternak yang ada di Kecamatan, di kabupaten Lampung Selatan. Pengawasan dilakukan secara terpadu antara petugas Dinas Peternakan (Provinsi dan Kabupaten), Kepolisian Daerah Lampung (Polda) dan Kepolisian Lampung Selatan (Polres). Koordinasi antar stake holder terus ditingkatkan untuk memaksimalkan upaya pengawasan dalam rangka pengendalian pemotongan betina produktif. Sejauh ini yang terjadi di Lampung Selatan, betina yang dipotong adalah betina yang tidak produktif, dengan umur lebih dari 8 tahun dan/atau majir.

Rekapitulasi Pemotongan Hewan/Ternak Di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2021.

(Sampai Bulan Agustus 2021)

Sumber: RLS
BERITA TERBARU