Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rampak Kabupaten Jember Kebangkitan Seni Budaya Keselarasan Kuno Kini Modern Klasik

Sigerindo Jember -9 Januari 2020, Kota Tembakau, Kopi dan Coklat Dunia ini mengabarkan kembali geliat dan spirit kekunoan kekinian, kemoderan dan keklasikkannya dalam menyosong hadirnya jaman lintas peradaban dan lintas budaya tanpa batas, era milenial ini

Kekayaan alam dan keindahannya, ke rampak kan para tokoh tokoh seni dan budayanya yang semakin bersemangat dan bergelora, menemukan kembali akar seni budaya dan kearifan budaya lokal mereka, serta kekuatan ke rampak kan dan ke selarasan antara manusia, alam dan Tuhan sang pencipta serta terlebih terus menerus belajar mengolah badan, jiwa dan rasa roh manusia seutuhnya, dengan menemukan tekad dan kiat kiat selaras dengan sesama manusia yang beraneka ragam profesi, bahasa, budaya dan peradabannya
Rampak Itu Gelaran Seni Budaya Bersama yang ramai dalam Kebersamaan.

Sebenarnya itu Bahasa Jawa yang sudah masuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bermakna "laras", "rapi", terkait gelaran seni. Dimaknai luas sebagai keselarasan dan harmoni meskipun ramai sekali

Mantap, sehingga telusuran perkara sumber kata dan acara RUG 2019 ini, kita mendapatkan adanya, serapan arus nilai makna bahasa dan bahasan, untuk asupan ke kinian memgunyah tata bahasa bahasan kekunoaan yang sesungguhnya kembali terbukti, sudah memiliki kandungan kekayaan makna dan nilai ungkap bahasa dan bahasan untuk di aplikasikan dan di implementasikan dalam fungsi kegiatan dan aktivitas keseharian yang berada pada tingkat revitalisasi kebudayaan dan peradaban manusia Indonesia yang beragam dan beraneka corak budaya namun selaras dalam berseni budaya hidup berkehidupannya, sebuah penghidupan spirit keselarasan kuno, modern dan klasik yang sangat keren dari kawan kawan seni budaya Kabupaten Jember ini

RUG 2019, Rampak Ujung Gethekan yang bakal di gelar setiap tahun ini, oleh kawan kawan kesenian dan budaya Kota Jember, yang terkenal keindahan alam pantai laut selatannya, yang memiliki 75 hotel untuk wisatawan dalam dan luar negeri, salah satu pusat perkebunan tembakau dan kopi dunia, acara yang di gelar di tepi Sungai Bedadung, Di Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Jember ini. Rampak itu kan Gelaran Seni Budaya bersama dalam keselarasan.
Ujung Gethekan: karena dilakukan di kawasan Gethekan Lojejer. Gethekan ini adalah dekat muara sungai Badadung, tempat menambatkan perahu motor nelayan yang mau ke Samudra Hindia

Tepatnya Suatu gerakan ekologis-kultural, yang memadukan kebangkitan seni budaya dan kesadaran ekologis. Sungai Badadung adalah sungai yang berkontribusi penting bagi warga Jember. Lojejer adalah pohon Lo yang berjejer di pinggir sungai. Wuluhan adalah kawasan penuh bambu, ukuran Sungai Badadung ini membelah Jember, di manfaatkan untuk pertanian dan perkebunan tembakau dan kopi, hingga coklat. Dan muaranya untuk nelayan, di Pantai Puger, tempat pelelangan ikan dan sudah dikelola sejak jaman Belanda, ada mitos keyakinan di masyarakat Jember bagi yang belum dapat jodoh kalok mandi di sungai Badadung, bakal dapat jodoh orang Jember dan bagi yang sudah punya pasangan, akan jatuh cinta dan selalu kangen dengan kota Jember, Sungai Badadung hulunya ada di pegunungan Hyang atau Iyang di Kawasan Pegunungan di Kabupaten Jember Jawa Timur ini.

SEREMPAK BERSIAP BERGERAK KE TIMUR, TENGAH, DAN BARAT

Setelah menyelenggarakan RAMPAK UJUNG GETHEKAN (RUG), 29 Desember 2019, di Lojejer, Wuluhan, Dewan Kesenian Jember (DeKaJe) kembali melakukan konsolidasi untuk menyelenggarakan beberapa kegiatan baru dengan cakupan yang lebih besar. 8 Januari 2020, bertempat di sebuah warung sederhana di kawasan Jember kota, pengurus DeKaJe bersama beberapa seniman dari WULUHAN, PAKUSARI, dan PANTI, melakukan pertemuan untuk mendiskusikan rencana HAJATAN budaya yang mengkolaborasikan gelaran seni (jaranan, reyog, patrol, janger, mamacah, cemeti, can macanan kaduk dan yang lain) dan ritual

Menurut Mas Basis selaku pengurus DeKaJe usulan ini merupakan usaha untuk melakukan pemerataan gelar dan gerakan budaya, khususnya ke arah timur, tengah, dan barat. Mas Eko Sumargono beserta pengurus dan seniman yang hadir pun bersepakat dan bertekad menyukseskan rencana tersebut, meskipun tanpa ANGGARAN dari Pemkab. NIAT INGSUN berkebudayaan, nyatanya, telah membukakan banyak pintu rezeki bagi pengurus dan seniman serta warga sehingga dana gotong-royong pun bisa terkumpul lebih banyak. Tradisi gotong-royong itulah yang menjadikan DeKaJe ada dan terus bergerak meskipun banyak pihak yang menginginkannya mati. Akhirnya, semoga Tuhan dan semesta alam merestui usaha kecil dalam berkebudayaan ini.
Salam Peradaban Manusia Indonesia Kuno Kini Modern Klasik(Rlis)
BERITA TERBARU