Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

UKPBJ dan DLH Kerinci Terancam Dipidana 8 Tahun Penjara..?

Sigerindo, Kerinci - Kemelut ditubuh Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci terus berlanjut. Betapa tidak, setelah beberapa waktu yang lalu menjadi bulan - bulanan media Online Kerinci terkait pengadaan barang/jasa yang dinilai tidak transparan dan sarat KKN, kini UKPBJ Kerinci dan panitia pengadaan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kerinci terancam dijerat UU ITE dengan ancaman pidana maksimal 8 tahun penjara terkait pelaksanaan Proyek siluman renovasi dan penataan taman bunga Kayu Aro tahun 2020 sampai saat ini belum kelihatan muncul di laman LPSE.

Diterpa beberapa isu kuatnya muatan KKN di tubuh Kelompok Kerja (Pokja) UKPBJ Kerinci yang dulu bernama Unit Layanan Pengadaan (ULP), kini Pokja yang menjadi pusat pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Kerinci baik yang bersifat tender maupun pengadaan langsung sesuai Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, tersandung pelanggaran UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dengan dugaan menyembunyikan suatu transaksi eletronik milik publik, transaksi elektronik adalah istilah untuk perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Almi Yandri Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Kerinci mengatakan bahwa proyek yang bersifat non transaksional memang tidak ditayangkan di LPSE, namun nanti nomor kontraknya akan ditampilkan di Laman LPSE.

Di lain tempat panitia engadaan DLH Kerinci saat dikonfirmasi awak media ini mengatakan bahwa proyek tersebut merupakan non transaksional jadi tadi harus melalui LPSE.

"Iya proyek tersebut non transaksional jadi tidak harus ditayangkan di LPSE, yang dimaksud Almi itu bagaimana, kami harus tayangkan dimana yang punya sistemkan mereka, kontrak sama nomor kontrak kan satu kesatuan,"

Untuk diketahui sampai saat ini, nomor kontrak yang dimaksud oleh Almi Yandri belum ditayangkan dilaman LPSE, dan hal tersebut diduga kuat sudah melangkahi acuan UU nomor 11 tahun tahun 2008 tentang ITE.

Dalam amanah UU nomor 11 tahun 2008 pasal 32 ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik. Sanksi pidana pasal 32 ayat (1) dituangkan dalam Pasal 48 (1) yang berbunyi: setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) seperti yang dijelaskan dalam UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 42 yang berbunyi: Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam hHukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang - Undang ini.

Pasal 43 pasal (1) berbunyi: Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal (2) berbunyi: Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang - undangan.

Pasal (3) berbunyi: Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

Pasal (4) berbunyi: Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

Pasal (5) berbunyi: Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang - Undang ini.

b. Memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;

c. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang - Undang ini;

d. Melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/ atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang - Undang ini;

e. Melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang - Undang ini;

f. Melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang - Undang ini;

g. Melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

h. Meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau

i. Mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

Pasal (6) berbunyi: Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.

Pasal (7) berbunyi: Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.

Pasal (8) berbunyi: Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

Dugaan pelanggaran UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, siapakah oknum UKPBJ Kerinci yang bertanggungjawab belum bisa dipastikan namun, Almi Yandri selaku Kepala bagian (Kabag) UKPBJ Kerinci seyogyanya mengetahui setiap perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan setiap bawahannya. Seperti yang diungkapkan Doni Efendi Ketua IWO Kerinci sungai Penuh.

"Menurut kami pelanggaran UU ITE sudah terjadi dengan adanya fakta lapangan beberapa paket lelang dilingkup Pemda kerinci sudah dikerjakan oleh rekanan namun belum ditayangkan oleh UKPBJ Kerinci sampai sekarang ini seperti, proyek renovasi penataan taman bunga dibawah DLH Kerinci tahun 2020, 4 paket pemeliharaan tanah di dinas Kesehatan yang kabarnya dikerjakan oleh Deki Almitas, seyogyanya Almi Yandri selaku Kabag UKPBJ Kerinci jangan pura - pura tidak tau atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh institusi yang dipimpinnya, ini jelas mengabaikan amanah UU, jangan main - main ancaman pidananya 8 tahun penjara," ungkap Doni Efendi.

Sampai berita ini diturunkan UKPBJ Kerinci belum bisa ditemui untuk dimintai tanggapannya terkait pelanggaran UU ITE meskipun awak media ini sudah mencoba berulangkali mengirimkan pesan via WhatsApp untuk melakukan upaya konfirmasi.(tim)
BERITA TERBARU